JAKARTA -Indonesia Economic Forum yang ke 7 mempertemukan para pemimpin politik, bisnis, pemerintah, pemrakarsa dan pemimpin komunitas untuk membahas visi Indonesia di tahun 2020 untuk memulihkan pertumbuhan ekonomi pasca Covid-19. Forum ini pertama kalinya akan diselenggarakan secara virtual pada Selasa-Kamis, 24-26 November 2020.

Berkolaborasi dengan HSBC Indonesia untuk ketiga kalinya, Indonesia Economic Forum tahun ini mengusung tema ‘2020 Vision: Rebooting Economic Growth Post Covid-19’. Setelah mengalami penurunan ekonomi yang tajam sejak Krisis Keuangan Asia, Indonesia sedang berada dalam masa pemulihan perekonomian. Covid-19 telah mempercepat perubahan yang belum pernah terjadi sebelumnya dan telah menciptakan peluang baru.

Pada hari ketiga, diskusi panel terbagi dalam 4 sesi. Di sesi terakhir ini, para pembicara membahas tentang teknologi seperti AI, IoT, Cloud dan Big Data yang menjadi realitas baru.

Selama beberapa tahun terakhir, investor, bank dan lembaga keuangan sudah melihat manfaat nyata dari keuangan berkelanjutan dan terus mengevaluasi kinerja dan kriteria pinjaman mereka.

Dalam pembukaannya, Shoeb Kagda selaku Founder & CEO Indonesia Economic Forum menyatakan bahwa baru minggu ini, Google merilis sebuah laporan yang mencatat bahwa ekonomi digital Indonesia akan berkembang sebesar 11% menjadi 44 miliar pada tahun 2020 dari 40 miliar tahun lalu, yang menunjukkan ketahanan, bahkan dimasa sulit.

“Pandemi telah mempercepat adopsi teknologi di banyak sektor, mulai dari belanja online, transportasi, healthcare, dan pendidikan. Kita sekarang sudah terbiasa menggunakan teknologi sedemikian rupa. Bahkan, Indonesia Economic Forum tahun ini diadakan secara virtual, dan kami bisa terhubung dengan peserta dan pembicara diseluruh dunia. Ini membuktikan bahwa ekonomi digital dan penggunaan teknologi seperti IOT, AI dan pembelajaran mesin akan mendorong pertumbuhan ekonomi,” kata Shoeb.

Namun faktanya, Indonesia tidak hanya menjadi pengguna teknologi semata, tetapi juga tentunya bisa menjadi produsen teknologi. Hal ini akan meningkatkan standar hidup dan kualitas hidup manusia.

Direktur Ekonomi Digital, Direktorat Jenderal APTIKA, Kementerian Komunikasi dan Informatika (KOMINFO) Republik Indonesia, Dr. Ir. I Nyoman Adhiarna M.Eng, PhD, dalam pidatonya mengatakan bahwa dengan industri teknologi baru yang maju dengan kecepatan yang belum pernah terjadi sebelumnya, sekarang saatnya untuk menghadapi realitas baru secara bersamaan dimulai dengan rencana untuk memanfaatkan potensi sektor yang paling berpengaruh.

Nyoman mengatakan bahwa pemerintah mendukung adopsi teknologi dengan tiga pendekatan kebijakan. “Pertama, pemerintah menciptakan lapangan bermain yang setara dan inklusif bagi dunia usaha dengan memperluas akses teknologi ke semua pelaku usaha, termasuk UMKM. Kedua, pemerintah mendorong pengembangan industri teknologi nasional yang akan dilokalisasi. Karakteristk IoT membutuhkan pengetahuan yang dilokalisasi dan terspesialisasi untuk tahu solusi akurat agar lebih mudah beradaptasi dengan teknologi. Terakhir, sebagai bagian dari komitmen untuk menciptakan ekosistem digital yang kokoh, pemerintah menegaskan bahwa urgensi dari adopsi teknologi sangat penting. Maka, dibutuhkan upaya dan kolaborasi antara stakeholder, pemerintah, sektor swasta, media dan bahkan masyarakat agar bisa bersama menghadapi realitas baru ini,” terang Nyoman.

“Pada tahun 2023, pemerintah ingin Pusat Data Nasional beroperasi secara memadai untuk mendukung peningkatan tata kelola dan inisiatif integrasi data. Karena tanpa adanya infrastruktur yang memadai, adopsi teknologi tidak akan berjalan denga efektif,” tambah Nyoman.

Seiring dengan berkembangnya obligasi berkelanjutan di pasar global dalam beberapa tahun terakhir, Kementerian Keuangan melihat peluang yang besar untuk terus mengembangkan pembiayaan proyek berbasis keuangan berkelanjutan, pengembangan obligasi berkelanjutan dan kerangka kerja utama, menguji pelaksanaan proyek sesuai kriteria kelayakan serta mekanisme pelaporan obligasi berkelanjutan. Pemerintah juga bersiap untuk menghadapi tantangan yang harus dilewati untuk dapat berhasil mencapai tujuan. Salah satunya, pemerintah harus berpacu dengan momentum pasar yang tepat ditengah timeline penyusunan framework dan report yang terbatas. Tentunya, dibutuhkan insentif untuk pelaku pasar, respon yang cepat dan tanggap, serta kerja keras dan kolaborasi internasional.

Mark Burby, Regional Sales Director, Asia Pacific Growth & Emerging Markets, Intel Corporation, mengatakan kasus Covid-19 terus meningkat dibanyak negara, termasuk Indonesia. Semua tentu terkena dampak pandemi Covid-19, dimulai dari pemerintah, perusahaan besar maupun kecil, dan masyarakat secara individual. Kita dituntut untuk tidak melakukan kegiatan fisik atau yang membuat kita berkerumun.

“Cara kita bekerja, belajar, berbelanja, bahkan cara kita makan. Tidak heran bahwa teknologi benar-benar menjadi pusat dari adanya perubahan drastis ini. Saat ini, kita ditutut untuk mengevaluasi prioritas kita, bagaimana kita bisa tetap bertahan walaupun cara hidup kita berubah,” tambah Mark.

Di normal baru ini, teknologi memainkan peran yang mendasar dalam bagaimana cara dunia berjalan. Maka dari itu, kinerja dari teknologi adalah hal yang penting. Semua lapisan masyarakat harus dapat bernovasi dan meningkatkan produktivitas agar dapat mencapai pemulihan pertumbuhan yang kuat.

“Dengan adanya AI, Machine Learning, AR, VR, Robotics, Cloud, dan beberapa teknologi transformatif lainnya, kita akan diuntungkan dan tentunya dapat bangkit dari tamparan krisis yang kita hadapi saat ini. Kita harus melek terhadap teknologi, karena itulah cara yang tepat untuk dapat bangkit dari keterpurukan,” tambah Mark.

Ilham Habibie selaku Ketua Tim Pelaksana WANTIKNAS mengatakan bahwa negara perlu berfikir keras dan kreatif untuk dapat mengatasi masalah ditengah pandemi ini, khususnya sektor pendidikan yang sangat vital. Ia menekankan pada good digital leadership atau kepemimpinan digital yang baik.

“Jika kita, Indonesia, ingin menjadi negara yang unggul dan kuat, serta menjadi negara digital yang cakap di dunia, kita membutuhkan kepemimpinan digital yang unggul. Perlunya ada full command agar negara bisa bertransformasi, jangan ada tumpang tindih dalam kebijakan,” kata Ilham.

“Kita semua, pemerintah maupun sektor swasta harus dapat bekerja sama untuk menemukan solusi yang tepat agar adopsi teknologi dapat berjalan lancar. Semakin banyak orang yang terlibat dalam pemikiran baru ini akan menjadi lebih mudah dan efektif,” tambah Ilham.

Gregory Hendra Lembong selaku Director of Information Technology & Enterprise Security, PT Bank Central Asia Tbk mengatakan tidak ada satupun orang yang menduga kehadiran Covid-19 ini. Namun, hal ini mendorong BCA untuk fokus dan bekerja keras untuk menjalankan teknologi dalam pengoperasiannya.

“BCA memiliki 1200 cabang di Indonesia. Sebelum adanya krisis ini, semua orang dapat mengunjungi cabang terdekat kami. Tapi, karena Covid-19, kita dituntut untuk mengurangi aktivitas diluar rumah. Sehingga, dari 1200 cabang, sekarang bisa dikatakan hanya satu cabang yang kami fokuskan, yaitu mobile banking. Hal ini membuat adanya tekanan pada IT untuk memastikan teknologi kami berjalan 100% dan selalu aktif 24 jam,” kata Gregory.

Maka dari itu, partisipasi dalam pengadopsian teknologi harus benar-benar dijalankan. Jika tidak, kita akan tertinggal jauh. “Namun, tantangan terbesar dari hal tersebut adalah, seperti semua orang tahu, bahwa pasti akan ada masalah teknikal. Kita harus memastikan bahwa kita memiliki cadangan tiga kali lipat tersedia, untuk memastikan sistem kita selalu aktif dan dapat mengatasi masalah teknis dengan cepat,” ujar Gregory.

Poonam Sagar selaku Director PT Infotech Solutions mengatakan bahwa mayoritas pendapatan perusahaan turun drastis akibat dihantam oleh pandemi. Namun, mereka menggunakan informasi dan teknologi untuk keluar dari keterpurukan. “Aplikasi yang akan sering digunakan adalah AI. Bagaimana kita mengelola dan menyediakan data, bukan hanya untuk meningkatkan kecepatan, tetapi juga untuk menaikan keuntungan. AI memiliki kemampuan unik untuk mengidentifikasi dan belajar dari pola data dan mengembangkan pemetaan prediktif antar variabel. Ini merupakan hal yang dapat dimanfaatkan oleh seluruh sektor, dimulai dari pendidikan, perbelanjaan, bank, health care, media dan hiburan, untuk mengetahui apa yang diinginkan dan dibutuhkan masyarakat, sehingga dapat menyusun strategi untuk unggul di realitas baru ini,” kata dia.

Ia juga memberikan pesan kepada seluruh anak muda di Indonesia. “Jangan hanya menjadi pengguna teknlogi, tetapi cobalah untuk menjadi produsen teknologi. Jika Anda ingin belajar, semua jawaban dari pertanyaan Anda tersedia di internet bahkan secara global. Jangan pernah merasa terbatasi, karena dunia digital tidak memiliki batas. May the power of AI be with you!,” tambah Poonam.

Indonesia Economic Forum adalah platform multi-stakeholder yang mempertemukan semua pihak. Indonesia Economic Forum memiliki visi untuk mempromosikan kemajuan ekonomi dan sosial Indonesia dengan mengidentifikasi tren dan peluang. Sejak didirikan pada tahun 2014, setiap tahun Indonesia Economic Forum telah melibatkan pemerintah Indonesia, masyarakat sipil, komunitas bisnis, akademisi dan organisasi pemuda dalam forum tahunan.

Tahun ini, Forum Indonesia Economic Forum menjadi forum virtual terbesar di Indonesia, dan dihadiri oleh 1.000 peserta dari Amerika Serikat, Australia, India, Singapura, Thailand, Malaysia dan Indonesia. Melalui platform digital, Indonesia Economic Forum telah menjangkau lebih dari 3.000 pemimpin eksekutif dan bisnis senior serta lebih dari satu juta pengikut di Indonesia.